500 Tahun Timor Loro Sae

Rp 115.000

Judul asli: Timor Lorosae: 500 Years (Livros do Oriente, 1999)
Penulis: Geoffrey C. Gunn
Penyunting Edisi Indonesia: Nugroho Katjasungkana
Penerjemah: Nugroho Katjasungkana, Agung Anom, dan Mateus Goncalves
Perancang Sampul: Edi S.
Penata isi: Faiq Aminuddin
Penerbit: Sahe Institute for Liberation (SIL), Nagasaki University, & INSISTPress
Edisi: I, Agustus 2005
Kolasi: 17x24cm; 477 halaman

Description

500 Tahun Timor Loro Sae adalah buku pertama dalam bahasa Inggris yang mencatat secara luas sejarah pulau kecil Timor, setelah sebelumnya tercatat hanya di buku-buku berbahasa Portugis. Kini, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Berbekal sumber-sumber dan arsip-arsip sejarah berbahasa Eropa, Gunn berhasil menyatukan beberapa pandangan mengenai Funu bangsa Timor, sebuah ciri ritual peperangan dan pengusiran orang asing khas bangsa Timor. Sejarah ternyata menunjukkan bahwa kasus penaklukan Timor tidak dapat disandingkan begitu saja dengan model klasik penaklukan kolonial seperti penaikan pajak dan mission civilitrize. Bahkan, seperti yang dijelaskan buku ini, Timor dan kepulauan Flores-Solor lebih berfungsi sebagai pusat bisnis dari perdagangan musiman, terutama bagi perdagangan kayu cendana Timor yang termahsyur itu, yang dijalankan oleh orang-orang Cina, Makao, Portugis, dan bangsa-bangsa lain. Dari tahun 1500-an hingga abad 18, para kolonialis Belanda dan Portugis sudah cukup puas dengan mengumpulkan upeti dari orang Timor dengan imbalan janji kesetiaan. Namun dengan suksesnya penerapan sistem perkebunan kopi oleh Gubernur de Castro pada tahun 1860an, sistem pemerintahan kolonial Portugis di Timor menghadapi beberapa tantangan.

Tapi benarkah para pemberontak yang mencoba membebaskan Timor pada akhir abad 19 dan awal abad 20 semata karena mereka anti pajak? Apakah pemberontakan besar Boaventura pada awal abad 20 telah membawa serta benih-benih nasionalisme Timor? Bisakah pemberontakan Boaventura dan serangkaian pemberontakan lain di Timor dipandang sebagai salah satu bentuk funu orang Timor? Apakah kapitalisme kolonial Portugis di Timor meletakkan dasar-dasar bagi berjalannya sebuah negara? Selanjutnya, apakah model pemerintahan Portugis di Timor lebih tepat dikategorikan sebagai pemerintahan protektorat daripada pemerintahan kolonial? Bagaimanakah seharusnya kita memandang tradisi dan unsur-unsur pembentuk identitas bangsa Timor, mengingat begitu lamanya peran misionaris gereja Katolik di Timor. Dalam konteks kekinian, bagaimana para pemuda Timor masa kini membangkitkan kembali api funu Timor demi menghadapi pendudukan Indonesia yang berlumuran darah itu?

Serangkain pertanyaan yang diajukan buku ini sekiranya dapat menjadi bahan pengembangan wacana mengenai Timor. Tidak hanya bagi bangsa Timor sendiri, tapi juga bangsa lain yang menaruh perhatian pada perjuangan bangsa Timor dalam merebut kemerdekaan, baik ketika perjuangan mereka berada di titik puncaknya (yang dipicu oleh kekalutan politik dan ekonomi Indonesia pada tahun 1998) dan ketika penjuangan bangsa Timor berujung pada kemerdekaan.


Opini, komentar, ulas buku, bacaan terkait: