GAMANG: Lembaga Pendidikan Islam Menghadapi Perubahan Sosial

Rp 100.000

Penyunting: Ahmad Mahmudi, Toto Rahardjo, dan Roem Topatimasang
Pengantar: Marzuki Wahid, Roem Topatimasang
Penulis: Abdullah Faishol (STAIN Surakarta); Maghfur Ahmad (STAIN Pekalongan); Yakin Nurul Haq & Abdul Kholiq (STAIDRA Lamongan); Agus Affandi (IAIN Sunan Ampel Surabaya); Wawan Djunaedi & Iklilah Muzayyanah (STAINU Jakarta); Tatang Astaruddin & Dudang Ghozali (UIN Bandung); Abdul Mun’im Saleh (STAIN Ponorogo); Iza Hanifuddin (STAIN Batusangkar); Baso Marannu (UIMakassar); Muhammad Dian Nafi’ (UNU Surakarta); Sulhani Hermawan (STAIN Surakarta)
Penerbit: DIKTI ISLAM DEPAG RI Jakarta, Afiliasi desain dan percetakan dengan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP), Solo, dan INSISTPress, Yogyakarta
ISBN: 978-979-8442-06-3
Edisi: I, Desember 2007
Tebal: 17 x 24 cm; 311 halaman

Description

“Secara keseluruhan, kumpulan tulisan dalam buku ini menggambarkan bagaimana para pengajar dan staf lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat dari beberapa perguruan tinggi Islam itu, mencoba menjawab gugatan lama tentang keberadaan dan keberpihakan mereka. Enam tulisan pada bagian pertama memperlihatkan bagaimana mereka berusaha keras memahami masalah-masalah masyarakat dimana mereka melakukan PAR (Participatory Action Research). Pilihan tema-tema pokoknya menunjukkan bahwa mereka tidak lagi terpaku pada cara-pandang lama yang selalu melihat masalah utama umat adalah kerusakan moral, ketidaksusilaan, ketidaksalehan, ketidaktaatan menjalankan ritus atau liturgi keagamaan. Bersama warga masyarakat setempat, mereka menggali dan menemukan tema-tema yang sangat duniawi (profane), persoalan aktual hidup keseharian yang memang sangat dirasakan oleh warga disana. Cara mereka mengungkapkan masalah-masalah sosial itu juga tidak lagi ‘menghakimi para korban’, tetapi lebih mencoba memahami dengan empati mengapa warga masyarakat disana mengalami semua ketidakberuntungan tersebut. Tak pelak, mereka pun tegas-tegas bersikap memihak kepada para wong cilik itu.

Pemihakan inilah yang penting dicatat, karena justru sikap semacam itu yang selama ini selalu dihindari oleh banyak lembaga-lembaga agama dan para tokoh pemuka atau pemimpinnya, tentu saja, ‘atas nama umat’. Terutama selama lebih tiga dasawarsa (1966-1998) masa pemerintahan Orde Baru yang sangat represif, lembaga-lembaga agama seperti ‘kehilangan nyali’ dan lupa pada salah satu misi utamanya sebagai ‘pewarta keadilan’, al-dien al-adala, ‘berkah kehidupan dan kemanusiaan’, rahmat lil alamin.

Hal yang paling penting sebenarnya adalah ‘ada atau tidaknya keinginan untuk berubah dan bertindak’, melepaskan diri dari kungkungan ketakutan dan prasangka. Dan, semua itu sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya ‘pemahaman lebih mendasar dan mendalam akan konteks ajaran’, bukan sekadar ‘hafalan teks ajaran’ itu sendiri.Ya, lembaga-lembaga pendidikan Islam di negeri ini masih perlu belajar banyak dan terus-menerus untuk mengembangkan metodologi kontekstualisasi nya sendiri, tanpa rasa gamang!” | Roem Topatimasang, pengantar penyunting.

Daftar Isi:

  • Mengapa PAR hadir di PTAI? (Pengantar Penerbit) | Marzuki Wahid ~h. 9-15
  • GAMANG  (Pengantar Penyunting) | Roem Topatimasang  ~h. 21-36

BAGIAN PERTAMA: MEMAHAMI MASALAH

  1. PETANI, PESANTREN, PERUSAHAAN, NEGARA. Perebutan Sumberdaya Air & Proses-proses Pendidikan Rakyat di Sumberejo | Abdullah Faishol ~ h. 39-60
  2. MEREBUT HAK HIDUP SEHAT Pencemaran Lingkungan & Gugatan Tanggungjawab Negara di Karangjompo | Maghfur Ahmad ~ h. 61-96
  3. BADAI di LAUT, PRAHARA di DARAT. Buruh Nelayan, Elit Lokal & Industrialisasi di Kranji | Yakin Nurul Haq & Abdul Kholiq ~h. 97-118
  4. BELAJAR MENGHADAPI PERUBAHAN. Industrialisasi, Pesantren & Perempuan Pedesaan di Madura | Agus Affandi ~h. 119-152
  5. PENDIDIKAN SEBAGAI PENGUKUHAN JATI-DIRI. Pergulatan Internal & Relasi Kuasa di Komunitas Pemulung Pondok Labu | Wawan Djunaedi & Iklilah Muzayyanah ~h. 153-168
  6. NAFSU NYEDEK, TANAGA MIDEK. Pesantren di Kawasan Pelacuran Saritem | Tatang Astarudin & Dudang Ghozali ~h. 169-191

BAGIAN KEDUA: MENCOBA BERBUAT

  1. SEKOLAH PETANI. Menghidupkan Kembali Fungsi Sosial Masjid Dusun Paculgowang | Abdul Mun’im Saleh ~ h. 195-220
  2. KEMBALINYA SURAU KAMI. Masjid Raya Lantai Batu Menanggapi Kebijakan Otonomi Daerah | Iza Hafinuddin ~h. 221-234
  3. MENCOBA MENGUBAH SEJARAH. Program Pemberdayaan Ekonomi Ummat Masjid Tua Bontonmpo | Yakin Nurul Haq & Abdul Kholiq ~h. 235-250
  4. UNGGUL ATAU ANGGUN? Madrasah Aliyah Gondang Menolak Elitisme Pendidikan | Muhammad Dian Nafi’ ~h. 251-276
  5. MENATA KEMBALI RUANG KEHIDUPAN. Kerja Tanggap-Darurat STAIN Surakarta di Daerah Bencana | Sulehan Hermawan ~h.277-308