Description
Harus diakui bahwa sebagian besar Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) tidak memiliki strategi komunikasi yang baik dalam menjalankan visi misinya. Cara komunikasi yang dilakukan selama ini seringkali sangat parsial, tergantung mood dan insting saja. Seberapa pentingkah OMS perlu merencanakan dan mengimplementasikan strategi komunikasinya menjadi lebih tertata, di tengah berbagai keterbatasan sumberdaya (uang, waktu, ketrampilan)? Apakah dengan memiliki strategi komunikasi, lembaga/OMS dapat mengubah keadaan internal dan eksternalnya?
Tidak mudah memang untuk menjawab hubungan antara strategi komunikasi dengan keberadaan dan keberlanjutan lembaga. Banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan OMS mampu menjalankan organisasinya secara berlanjut. Komunikasi tidak dapat dijadikan alasan jika organisasi sedang dalam masalah. Tetapi semua yang pernah menjadi pengurus atau pengelola OMS pasti tidak menolak, bahwa komunikasi menjadi salah satu unsur yang penting dalam pengelolaan lembaga. Jika merupakan unsur yang penting, mengapa banyak lembaga/OMS tidak begitu memperhatikannya? Coba bandingkan dengan masalah keuangan, setiap lembaga pasti mau menginvestasikan sedikitnya satu orang yang bertugas khusus untuk mengerjakan keuangan. Tetapi untuk investasi komunikasi, apa gerangan yang dipikirkan? Padahal sudah jelas dibutuhkan.
Berangkat dari pengalaman ini, maka sudah selayaknya pada kita untuk menengok lebih dalam lagi tentang hubungan kegiatan yang dilakukan dengan perubahan yang lebih besar, visioner dan jangka panjang yang diharapkan pada awal didirikannya lembaga. Bagaimana mungkin akan terjadi perubahan yang lebih besar, jika cara untuk mengkomunikasikannya tidak pernah dipikirkan dan dilakukan dengan baik.
Sudah saatnya bagi kita semua untuk lebih memberi perhatian kepada bidang komunikasi masyarakat menjadi bagian tidak terpisahkan bagi kita maupun program kelembagaan. Semakin sering kita melakukan interaksi komunikasi, kita juga mengasah ketajaman berpikir, bertindak dan berusaha selalu meningkatkan kapasitas kita dalam pengetahuan maupun ketrampilan. Dan itu adalah suatu keniscayaan yang untungnya tak bisa dihitung. Sekali lagi, modal yang dibutuhkan tidak banyak dan besar, hanya keyakinan dan ketekunan.
Bekal keyakinan dan ketekunan menjalankan strategi komunikasi yang sudah dibuat itu, juga saya gunakan sebagai modal awal membuat buku “Komunikasi Masyarakat”. Buku ini diterbitkan sebagai bagian dari kerjasama program Kawanusa-Bali dengan ACCESS phase II.