Menolak Tumbang: Narasi Perempuan Melawan Pemiskinan

Rp 375.000

Penulis: Lies Marcoes-Natsir
Fotografer: Armin Hari
Penyunting: Roem Topatimasang
Penerbit: INSISTPress, Rumah KITAB & AIPJ-AusAID
ISBN: 978-602-8384-80-35
Edisi: I, April 2014
Kolasi: Hardcover-fullcolor | 21 x 28 cm; xvi + 285 halaman

Description

Menelisik lebih jauh dibanding kajian-kajian tentang kemiskinan dan gender yang lazim, buku ini merekam kekuatan dan ketangguhan perempuan menolak dan melawan proses-proses pemiskinan mereka. Perlawanan mereka berlangsung lama, di mana-mana, di semua sektor, dalam berbagai bentuk dan cara. Tetapi, tanpa dukungan dan pengorganisasian yang pejal, perlawanan itu bisa jadi hanya bersifat seketika dan tak terarah.

Hukum sebenarnya menawarkan harapan bagi mereka. Karena hakikinya memang demi keadilan yang bersifat semesta, hukum harus dipantau dan dicermati agar tetap memenuhi kaidah-kaidah hak asasi manusia, khususnya yang menjamin penghapusan semua bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Persoalan ini tak dapat lagi terus-menerus ditutup-tutupi dengan penyangkalan penyangkalan budaya sebagai ‘masalah pribadi’ atau ‘masalah rumah tangga’ semata. ***

Perjalanan Memaknai Pemiskinan Perempuan*

Dalam buku ini, ‘miskin’ dan ‘kemiskinan’ diartikan sebagai fakta sosial yang dapat dilihat dan diukur dengan mempelajari gejala, data, dan informasi yang tersedia. Sedangkan ‘pemiskinan’ adalah proses sosial dan politik yang menciptakan keadaan yang menyebabkan mereka miskin. Sebagai fakta sosial, kemiskinan dapat terjadi dan dialami oleh siapa saja, sementara pemiskinan disebabkan oleh pilihan-pilihan politik para pembuat kebijakan –visi dan kebijakan mereka tentang ekonomi, pembangunan, pengelolaan sumberdaya dan cara mendistribusikannya, termasuk cara menangani kemiskinan itu sendiri. 

Kajian seperti ini berguna untuk memperlihatkan cara yang berbeda dalam mengukur kemiskinan dan bagaimana mengatasinya. Selama ini, kemiskinan kerap diukur hanya melalui paradigma ekonomi –melulu soal produktivitas, akses pada modal, manajemen usaha, dan sejenisnya. Pendekatan serupa itu mengabaikan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada capaian kesejahteraan perempuan seperti rendahnya status sosial mereka, bias gender dalam pembangunan, kurangnya kesempatan kerja dan pendapatan, faktor-faktor budaya dan nilai-nilai, kekerasan, dan pelanggaran hukum. Karenanya, dalam menyelesaikan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi saja tak akan sampai ke tujuan. Pemberdayaan ekonomi seharusnya seiring sejalan dengan pemberdayaan sosial dan hukum yang peka pada realitas ketimpangan lelaki dan perempuan, sebagaimana kepekaan yang dibutuhkan pada realitas ketimpangan sosial yang dialami kelompok orang dengan difabilitas.

Buku ini sengaja menggunakan kata ‘pemiskinan’ (impoverishment). Eksplorasi kami di lapangan memperlihatkan bahwa bagi banyak perempuan, penyumbang terbesar kemiskinan mereka adalah nilai, proses sosial, kelembagaan, dan praktik diskriminasi berbasis prasangka yang secara sistematis menyingkirkan mereka dari sumberdaya ekonomi, sosial, dan politik. *Lies Marcoes, penulis (h. 15-16).

****

Amanah Konstitusi*

“Buku yang penting dan indah ini terbit saat kita berhadapan dengan suatu kenyataan pahit yang menyayat hati sebagai bangsa yang berdaulat dan berperikemanusiaan. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2012), yang datanya baru selesai diolah dan dikomunikasikan kepada publik pada akhir tahun lalu, menemukan bahwa jumlah perempuan yang meninggal dunia saat melahirkan telah bertambah besar, bukannya semakin berkurang, sejak tahun 2007! Ternyata, seluruh gegap-gempita pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia dan keterlibatan high-profile pemerintah kita dalam gerakan sedunia untuk mencapai tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (Millineum Development Goals – MDGs), beserta segenap program nasional untuk ‘sayang ibu’ dan mengentaskan kemiskinan, tidak ada artinya bagi perempuan miskin ketika ia berada pada titik kehidupannya yang paling rentan dan juga paling mulia: saat seorang ibu melahirkan anaknya.

Buku ini menunjukkan, dengan kata-kata dan gambar, betapa kompleksnya persoalan kemiskinan bagi perempuan. Tanpa pemahaman tentang kompleksitas dan kekhususan pengalaman dan kerentanan perempuan, upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan tidak akan berhasil mengangkat harkat hidup dari warga perempuan Indonesia yang paling miskin dan terpinggirkan. Fakta meningkatnya Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah bukti kompleksitas dan kekhususan tersebut. Pengalaman perempuan yang jatuh dan hidup dalam kemiskinan tidak sama dan sebangun dengan pengalaman laki-laki. Realitas ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan hadir dan berdampak dalam seluruh perjalanan hidup manusia sejak dari lahir hingga ke liang kubur. Ketidakadilan struktural yang hidup langgeng karena ditopang oleh berbagai peraturan perundang-undangan mempunyai dampak-dampak tersendiri pada perempuan, karena praktik diskriminasi dan kekerasan berbasis gender yang mewarnai segala dimensi kehidupan mereka sehari-hari. Jelas, ini bukan soal teknis tentang ketajaman sistem penentuan sasaran dari program-program pemerintah semata. Ini adalah soal strategis tentang keterlibatan efektif perempuan dalam seluruh aspek dan tahapan pembangunan bangsa, di setiap tingkat pengambilan keputusan.”  *Kamala Chandrakirana, Pegiat Hak-hak Perempuan & Hak Asasi Manusia (h. viii-ix).


Lihat juga versi bahasa Inggris | English version-click

Versi lengkap buku bisa dibaca via SlideShare (click)

Opini, komentar, ulas buku, bacaan terkait: