MERAPI: Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010, Laporan Survei Longitudinal

Rp 375.000

Penulis: Bondan Sikoki, Juli Eko Nugroho, F. Asisi S.Widanto, Naibul Umam Eko Sakti, Istiarsi Saptuti Sri Kawuryan, Edy Purwanto, Yugyasmono, Dati Fatimah, Ni Wayan Suriastini, Saleh Abdullah, Aris Sustiyono
Pendata: Tim FPRB DIY, Tim FPRB Jawa Tengah, Tim SurveyMETER
Fotografer: Beta Pettawaranie, Edi Kusmaedi, Sumino Manto, Saleh Abdullah, Armin Hari, Yudhi Kusnanto
ISBN: 978-602-8384-64-3
Penerbit: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), UNDP Indonesia, Disaster Risk Reduction Based Rehabilitation and Reconstruction (DR4), dan Merapi Recovery Response (MRR)
Edisi: pertama, Juni 2013
Kolasi: 22 x 28 cm; xxviii + 230 halaman

Description

Letusan besar Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010, bukan hanya menyemburkan asap tebal ke langit, tetapi juga memuntahkan ribuan ton lahar panas yang menyapu bersih puluhan kampung di sekitarnya. Setelah itu, menyusul luapan lahar dingin yang sampai sekarang masih menggelontor sungai-sungai besar di empat kabupaten (Sleman, Klaten, Magelang, dan Boyolali).

Selain korban jiwa manusia, bencana ini juga telah menimbulkan kerusakan besar pada lahan-lahan pertanian, prasarana umum, permukiman penduduk, dan harta benda milik warga. Secara keseluruhan, tak kurang dari 300 dusun dan desa di tiga kabupaten dalam provinsi Jawa Tengah (Boyolali, Klaten, dan Magelang) dan satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman) terkena dampak letusan Merapi. Dari keseluruhan desa tersebut, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dampak kerusakan yang signifikan menimpa 53.315 keluarga di 57 desa dalam 11 kecamatan di empat kabupaten tersebut. Tercatat 275 orang meninggal, 576 sakit, dan 303.233 jiwa mengungsi. Pemerintah secara resmi mengumumkan total nilai kerugian ditaksir mencapai Rp 3 triliun lebih.

Kajian Longitudinal Pemulihan Masyarakat Pasca Bencana Merapi adalah penilaian secara berkala tentang kebutuhan pemulihan dan ketahanan masyarakat terhadap bencana dengan mengumpulkan informasi dari responden yang sama dari waktu ke waktu pada aras rumah tangga dan komunitas.

Untuk mengukur dampak bencana diperlukan informasi tentang keadaan populasi sebelum terjadinya bencana serta informasi tentang wilayah pembanding, yaitu wilayah yang nisbi tidak terkena dampak bencana. Dalam kajian ini digunakan pertanyaan ke belakang (retrospective) tentang keadaan rumah tangga dan komunitas sesaat sebelum terjadinya letusan Merapi 2010. Hal ini dilakukan karena keterbatasan informasi keadaan sosial ekonomi wilayah terdampak sebelum terjadinya bencana. Informasi ini akan dibandingkan dengan keadaan mereka sesudah terjadinya bencana, sehingga dapat diketahui perubahan keadaan sosial ekonomi rumah tangga/komunitas setelah terjadinya bencana. Selanjutnya, perubahan sebagai dampak dari bencana Merapi akan diukur dengan membandingkan antara perubahan keadaan sosial ekonomi wilayah terdampak dan wilayah yang mempunyai karakteristik sama tapi tidak terdampak.

Dengan mewawancarai rumah tangga dan komunitas yang sama dari waktu ke waktu, maka dapat diketahui proses pemulihan keadaan social ekonomi mereka. Selain itu, juga dapat diukur seberapa besar tingkat ketahanan mereka terhadap bencana dan seberapa jauh program-program bantuan telah mencapai sasarannya. ****


>> opini, komentar, ulasan, dan tulisan terkait: