Ambiguitas Tradisionalisasi Orang Bali*
BALI masih merupakan negara teater yang ditonton oleh orang luar yang lebih dikenal dengan sebutan turis. Sementara orang Bali yang terdiri atas para ‘raja’ tetap menjadi penulis skenario dan sutradara, serta ‘petani’nya berperan ganda menjadi aktor pendukung dan penata panggung. Upacara bukan lagi menjadi tujuan, melainkan digunakan sebagai media dan alur cerita untuk memperbesar perekonomian.
Menciptakan simulacra untuk mendapatkan keuntungan, bukanlah hal yang perlu dicela. Sandiwara tradisionalisasi sebagai simulacrum selalu mempunyai tujuan yang dapat dicapai lewat skenario, tata panggung, dan peran masing-masing pemain. Namun kadang apa yang dihasilkan belum sesuai dengan yang diharapkan. Satu bentuk kegagalan yang sering dianggap sebagai aib, padahal hal tersebut merupakan satu hal yang biasa terjadi.
Buku ini mengupas kebelumberhasilan sandiwara tradisionalisasi yang dimainkan lewat Jaringan Ekowisata Desa (JED) di Bali. Sebuah kegagalan yang tidak perlu dianggap aib di antara sandiwara lain yang berhasil di Bali.
*Lansir dari Harian PontianakPost – Minggu, 3 Agustus 2008.
*Rehal buku: Simulacra Bali: Ambiguitas Tradisionalisasi Orang Bali/ Ambarwati Kurnianingsih/ Yayasan Wisnu dan INSISTPress, 2008.