Menyusuri Lorong-Lorong (Jilid-3)*
Buku “Menyusuri Lorong-Lorong Dunia Jilid 3” ini merupakan tiga rangkaian dari buku sebelumnya, yakni Menyusuri Lorong-Lorong Dunia jilid I dan II yang sudah terbit beberapa tahun sebelumnya. Dari ketiga buku tersebut saya menyimak dan memperhatikan. Karena rangkaian itulah saya merasa sebuah apresiasi tersebut harus berdasarkan pada aspek pembacaan secara sintopikal atau memakai cara pandang komparatif. Ulasan buku jilid I pernah saya tulis di Harian Kompas (yang arsipnya bisa dibaca di situs penerbit buku INSISTPress (klik >>>). Adapun buku jilid II saya ulas di situs Kompasiana (klik >>>).
Selain membandingkan buku jilid ke III ini dengan buku sebelumnya, saya pun merasa perlu membandingkan dengan buku sejenis lainnya. Beberapa buku yang pernah saya baca, tentang Hongkong, Cina, Korea dan lain-lain. Perbadingan buku sejenis yang paling anyar juga saya dapatkan dari buku Daniel Mahendra, “Perjalanan ke Atap Dunia” (2012). Kecuali pada buku terakhir ini, secara umum saya bisa membandingkan sebagai berikut.
Pertama, buku lain tersebut karakternya berbeda dengan yang ditulis Sigit Susanto. Kebanyakan buku-buku tersebut masuk wilayah kategori how-to, yang spesifikasinya sebagai guide perjalanan. Unsur pengetahuannya sangat praktis mengarah pada kepentingan menunjukkan tempat wisata, mencatumkan harga makanan, penginapan yang murah dan bumbu-bumbu sedap lainnya. Sedangkan buku karya Sigit, baik dari jilid I hingga jilid III, unsur guide-nya sangat minim dan lebih pada upaya menghadirkan literatur jurnalisme-sastrawi. Maksudnya, selian memperkuat tulisan dengan kaidah jurnalistik, juga menyertakan gaya penulisan imajinasi.
Kemampuan menulis Sigit sudah cukup baik, bahkan menurut saya ia seorang penulis yang teliti. Sigit bukan tipikal penulis yang tergesa-gesa, atau yang sekadar mengejar produktivitas tetapi mengabaikan mutu. Ia seorang penulis yang bekerja pelan, tekun dan teliti sehingga setiap naskah memiliki mutu yang baik. Istilah, kata atau tema yang diangkat selalu menyandarkan pada fakta dan juga metode penyampaian yang memiliki arah (lead, strukttur/bagan, endingnya). Tidak mbulet, tidak menggurui dan yang paling menarik ialah ia bisa berkata jujur atas kekurangan dirinya. Sejauh saya simak, naskah-naskah di dalamnya tidak banyak masalah sehingga aman dari ragam tafsir atau berurusan dengan kejanggalan.
Berbeda dengan buku pertama dan kedua, pada buku ini tema pembicaraan lebih ringan dan kurang mendalam. Naskah-naskahnya agak pendek dan karena itu bisa saya sebut sebagai buku popular. Jika pada buku jilid pertama dan kedua lebih dekat pada segmen pembaca “serius” maka buku ketiga lebih dekat kepada pembaca selingan.
Itulah mengapa buku ini saya anggap lebih dekat sebagai buku cerita ringan ketimbang buku sastra imajinatif. Renyah dan gurih. Benar bahwa untuk mendapatkan renyah dan gurih bisa dengan harga murah, tetapi saya tidak bermaksud mengatakan bahwa isi buku ini masuk kategori murahan. Bukan itu maksud saya, karena saya percaya, membaca buku yang baik tidak cukup sekedar memaknai dan menemukan arus pemikiran sang penulis, melainkan juga mesti masuk pada wilayah batiniah dengan pemaknaan naskah secara umum.
Dengan begitu saya berani berkata, kita bisa memaknai naskah per naskah dalam buku jilid ketiga ini sebagai sesuatu yang berharga. Harga-harga itu di antaranya ialah, 1) Kesanggupan Sigit merespon setiap objek yang disaksikan saat perjalanan. 2) Ambisi dari niat untuk menulis yang kuat sehingga menghasilkan karya.3) Kemampuan Sigit mengabaikan kesempatan bersenang-senang sebagai pelancong dengan tetap memikirkan karya tulis.
Manfaat membaca buku ini
Di atas perbedaan dengan buku sebelumnya, buku ini tetaplah penting dibaca oleh teman-teman yang menyukai sastra, wisata dan juga setiap orang yang menyukai cerita-cerita negeri asing. Pengetahuan yang saya maksud bukan dalam pengertian akademik, melainkan penyerapan makna sebuah tulisan yang lahir dari guagarba kreativitas di luar pakem-pakem buku yang ada sehingga memiliki nilai penyegaran baik dalam pemikiran (politik, budaya, sastra maupun bahasa). Karena kategori buku kelainan seperti ini masih belum memiliki kategori yang jelas, perlulah disebut saja sementara sebagai kategori jurnalisme-traveling (semua istilah asing). Kalau mau istilah lokal saya sebut seratan-keluyuran.
Seratan-keluyuran ini sangat baik dan menyehatkan, terutama bagi mereka yang menyandang penyakit keong-racun, maksudnya mental keong (karena hidupnya terkungkung dalam rumahnya) sampai keracunan penyakit gumunan (mudah heran). Dengan seratan-keluyuran seperti ini, cerita-cerita luar negeri yang masuk ke otak penyandang penyakit keong-racun.
Buku ini selain berguna sebagai penyembuhan penyakit tadi, juga memiliki sejumlah khaisat lain. Misalnya, sangat berguna untuk meningkatkan stamina intelektual. Sekalipun pokok-pokok pembicaraan seputar objek-objek wisata, tetap memiliki pertautan dengan nilai sejarah, perbandingan kultural dan lain sebagainya.
Khasiat lain ialah meningkatkan rangsangan libido, maksudnya LIterasi-BIdang-DOkumentasi. Maka tak perlu ragu untuk mengatakan, bahwa buku ini mengajak kita semua untuk semakin sadar akan pentingnya mencatat situasi yang kita temui dalam perjalanan hidup ini, sehingga dokumentasi dan publikasinya nya bisa dimanfaatkan masyarakat.
*(Catatan ini sebagian disampaikan pada acara diskusi di Ultimus, sebagian lagi merupakan catatan tambahan)
*Faiz Manshur | Sumber: faizmanshur.wordpress.com – 4 Mei 2012.
*Rehal buku: Menyusuri Lorong-Lorong Dunia: Kumpulan Catatan Perjalanan Jilid 3/ Sigit Susanto/ INSISTPress, 2012.