Bukan Sekedar Buku Catatan Perjalanan*
Buku-buku catatan perjalanan kini semakin marak. Bahkan, banyak pula yang dikemas dengan embel-embel “murah” atau “irit.” Namun, yang ditulis dari sudut pandang sosial, budaya apalagi sastra masih sangat langka. Sigit Susanto menjawabnya dengan serial Menyusuri Lorong-Lorong Dunia (MLD).
Sukses dengan MLD jilid 1 dan 2, pada April 2012 Sigit menghadirkan jilid ke-3. Masih seputar petualangan penulis bersama istrinya yang berkewarganegaraan Swiss, Claudia Beck, mengunjungi berbagai negara di belahan benua yang berlainan.
Buku setebal 308 halaman ini terbagi dalam 13 artikel yang ditulis dengan apik dan mengalir, meliputi catatan-catatan perjalanan di Kenya, India, Turki, kawasan Skandinavia, Polandia, Swiss, Mesir, Sicilia (Italia), Hongkong, Kamboja, dan Yunani.
Di samping mempertahankan sudut pandang sastra dalam melukiskan tempat-tempat yang dikunjungi, penulis juga mencoba gaya bahasa yang lebih puitis dibandingkan dua jilid sebelumnya. Sigit mengaku terinspirasi dari keindahan gaya bahasa Ulysses karya James Joyce.
Pendiri dan pengasuh milis apresiasi-sastra@yahoogroups.com ini dengan jeli menyelipkan berbagai data dan referensi mengenai kota-kota yang ia kunjungi. Sastrawan atau tokoh lokal kerap disinggungnya.
Menurut Sigit, menuliskan suatu tempat tanpa tokoh-tokoh di baliknya ibarat makan jagung bakar di sebuah ladang, tanpa ingin tahu siapa yang menanamnya (hlm. xxi).
Setidaknya ada 5 hingga 8 referensi pustaka di tiap artikel. Meskipun bertabur nukilan referensi, gaya penulisan yang puitis membuat buku ini tidak terkesan kaku layaknya ensiklopedia atau buku geografi.
Tak ayal, membaca buku ini ibarat menyimak jurnalisme perjalanan yang “renyah” sekaligus “bergizi.” Renyah karena relatif lebih enak dibaca dan ringkas daripada jilid-jilid sebelumnya, dan bergizi karena sarat akan muatan informasi.
Potret sosial budaya kota-kota di dunia yang dikunjungi oleh penulis juga menjadi kelebihan lain buku ini. Semisal, ketika berkunjung ke India penulis mendapati kemiskinan warga Old Delhi yang tak jauh beda dengan keadaan yang digambarkan oleh Jenderal Soemitro dalam buku otobiografinya 20 tahun silam (hlm. 29).
Di Kamboja, penulis merasakan kedekatan budaya dengan Indonesia, seperti keruwetan lalu lintas dan ragam kulinernya. Di Polandia, penulis mengunjungi monumen peringatan korban Perang Dunia II. Tak ketinggalan pula Danzig, kota kecil nan eksotis tempat lahir Günter Grass, novelis peraih nobel.
Dalam artikel berjudul Jelajah Skandinavia, penulis menuturkan petualangannya ke empat negara sekaligus: Denmark, Finlandia, Swedia dan Norwegia. Selain menyinggung keindahan kota-kota tuanya, juga membahas beberapa tokoh lokal yang mendunia seperti Hans Christian Andersen, Alfred Nobel, Soren Kierkegaard, dan Henrik Ibsen.
Penulis yang telah bermukim di Swiss sejak 1996 silam ini rupanya memiliki solidaritas sosial yang tinggi terhadap sesama orang Indonesia di perantauan. Pertemuannya dengan TKW Indonesia di Yordania dan Mesir cukup menyentuh. Untuk sekadar betegur sapa saja ia nyaris dipukul oleh majikan prianya.
Penulis juga mendapati realitas TKW-TKW Indonesia yang terbelit masalah di Hongkong. Meski demikian, ia berpendapat Hongkong lebih moderat dibandingkan negara-negara Timur Tengah. Bahkan, para buruh migran mendapatkan libur dan bebas berkumpul di Taman Victoria yang ia sebut “Small Indonesia” karena saking banyaknya orang Indonesia yang berkumpul tiap hari Minggu.
Dalam artikel berjudul Orang-Orang Kontainer (hlm. 142-154), penulis mengisahkan ketidakadilan yang menimpa tiga puluhan buruh Indonesia di kota St. Gallen, Swiss. Mereka terpaksa bertahan hidup di kontainer-kontainer bekas tanpa alat pemanas dan selimut. Ironisnya, mereka digaji rendah dengan standar rupiah, bukan euro.
Meskipun minim panduan harga tiket, rute atau penginapan seperti lazimnya buku catatan perjalanan, karya pengagum Franz Kafka dan James Joyce ini menawarkan hal yang tak biasa. Aroma sastra yang kental menambah keistimewaan buku ini, mengisyaratkan bahwa memang ini bukan lah sekedar buku catatan perjalanan.
*Eko Budi Nugroho, pecinta buku. Sumber: tualanghidup.wordpress.com – 7 Januari 2013.
*Rehal buku: Menyusuri Lorong-Lorong Dunia: Kumpulan Catatan Perjalanan Jilid 3/ Sigit Susanto/ INSISTPress, 2012.