Berdamai dengan Bencana

Berdamai dengan Bencana*

Bencana banjir bisa dikendalikan. Persoalan rutin Jakarta di musim hujan itu bukanlah momok yang menakutkan, tetapi juga tak melulu dipahami sebagai petaka tahunan yang mesti diterima begitu saja. Selain masalah kemacetan, wabah penyakit, dan akses jalan yang kerap mengiringi datangnya banjir, warga Ibu Kota perlu melihat aspek pengendalian serta kemungkinan positif dari pengelolaan banjir yang baik, efisien, dan terintegrasi.

Pemahaman akan gejala dan penyebab banjir menjadi bagian dari upaya pengendalian. Dalam ilmu hidrologi, sebenarnya banjir adalah hal yang wajar. Setiap badan air berpotensi mengalami peningkatan debit air yang akan menjadi banjir saat air tersebut meluap. Mengenali karakteristik sungai, badan-badan air yang ada, termasuk selokan, akan memberi gambaran dari mana asal air, ke mana mengalirnya, hingga berapa volume air yang bisa ditampung.

Pengelolaan luapan air di tingkat individu bisa dengan menanam vegetasi di lahan-lahan kosong atau membuat sumur resapan di halaman rumah. Dengan begitu, tak hanya bencana banjir yang teratasi, tapi kesinambungan ketersediaan air tanah pun dapat terjaga terutama di musim kemarau.

Pembangunan tanggul, retarding basin, revisi tata ruang, hingga konsep Water Front City dan manajemen limbah dinilai sebagai upaya alternatif yang perlu diintegrasikan dengan rencana pengembangan megapolitan, khususnya untuk penanganan banjir Jakarta. Kajian wilayah meliputi kondisi demografi, permukaan dan air tanah, hingga perubahan tata guna lahan memberi pemahaman komprehensif tentang kompleksitas permasalahan Jakarta di balik bencana banjir. (PTU/Litbang Kompas)

*Versi cetak artikel ini pernah terbit di Harian KOMPAS – Minggu, 30 Maret 2014.

*Rehal buku: Banjir Jakarta: Warisan Alam dan Upaya Pengendalian/ Rohani Budi Prihatin/ INSISTPress, 2013.