Kondisi Pembangunan Ekonomi Di Indonesia*
Buku Pembangunan Pascamodernis: Esai-esai Ekonomi Politik ini merupakan kumpulan artikel (bunga rampai) yang berasal dari berbagai naskah ceramah dan orasi ilmiah di berbagai kesempatan. khususnya dalam forum-forum yang diselenggarakan International Non-governmental Organization/NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan forum- forum lainnya.
Secara garis besar konten buku memuat hal-hal yang berkaitan dengan paradigma pembangunan, ekonomi kerakyatan, dan rekayasa ulang manajemen pembangunan. Terkait dengan paradigma pembangunan, Dawam Rahardjo mengangkat sebuah konsep yang dinamakan developmentalisme.
Developmentalisme ini sendiri kelanjutan dari konsep pemulihan ekonomi negara- negara berkembang. Tujuan utamanya adalah membendung pengaruh komunisme yang memilih satu atau bentuk lain sosialisme.
Pengaruh komunisme sendiri berkembang dengan membawa kampanye kemiskinan di dalamnya. Oleh karena itu, untuk menangkal pengaruh komunisme ini adalah pembangunan ekonomi berkelanjutan untuk menghapus kemiskinan. Di sinilah developmentalisme muncul.
Indonesia sendiri, pada masa Orde Baru mengusung developmentalisme dengan dijalankan oleh gabungan militer, intelektual, dan pengusaha. Dengan model itu, developmentalisme yang diterapkan di Indonesia ini menuai kritik. kritik pertama, dengan penerapan developmentalisme model itu, maka ketergantungan terhadap negara-negara maju semakin kuat. Tak heran jika perekonomian Indonesia didominasi modal asing. Kritik kedua, developmentalisme dengan model tersebut justru telah melahirkan pemerintahan otoriter. Dari dua kritikan ini justru semakin memunculkan paham-paham antikapitalis dan prososialis walaupun pengaruh komunisme telah memudar.
Dawam melihat developmentalisme ini akan bertahan sebagai ideologi pembangunan elit politik. Hal tersebut dikarenakan tiga kondisi yang terjadi di Indonesia. Pertama, kalangan ekonom masih menerima ukuran dan kriteria keberhasilan pembangunan yang berkisar pada konsep pertumbuhan ekonomi secara makro. Seperti yang diwariskan Orde Baru. kedua, masyarakat, dengan tingkat kecerdasan yang beragam, ternyata bisa menerima klaim-klaim keberhasilan ala partai berkuasa.
Dan, ketiga, perekonomian Indonesia masih memikul sindrom ketergantungan terhadap sumber daya internasional yang dikuasai negara-negara maju sehingga teknokrat-teknokrat pemerintah yang dipilih adalah mereka yang tidak menentang hal itu.
Hal terkait dengan ekonomi kerakyatan, Dawam menguraikan bagaimana konsep ekonomi kerakyatan tersebut diterapkan di Indonesia. Mengutip gagasan yang disampaikan ekonom Emil Salim pada tahun 1979, yang melontarkan konsep Ekonomi Pancasila. Pada dasarnya, Dawam melihat Ekonomi Pancasila ini merupakan model sistem ekonomi yang lahir di tengah-tengah antara liberalisme yang mengusung kapitalisme dan komunisme yang salah satunya mengusung sosialisme. Namun, kenyataannya, sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, model sistem ekonomi Indonesia terombang-ambing dalam dua ideologi ekonomi yang bertentangan itu. Suatu waktu ke arah sosialisme, di lain waktu mengarah ke liberalisme.
Atau, begitu sebaliknya. Di saat mengarah sosialisme, perkembangan ekonomi dengan pembangunannya dikendalikan negara secara terpusat atau sentralistik. Sementara, di saat arah kebijakan liberalisme, perkembangan ekonomi diserahkan pada mekanisme pasar.
Ekonomi Pancasila sendiri, menurut salah ekonom memiliki pilar utama yang disebut perekonomian rakyat atau ekonomi rakyat. Istilah ekonomi rakyat ini, pada suatu kesempatan dianggap sebagai pengejawantahan dari komunisme. karena ketakutan akan istilah itu, maka kemudian diubah menjadi ekonomi kerakyatan. Padahal Karl Marx (sang empunya komunisme) sendiri tidak pernah menyebut istilah ekonomi rakyat.
Dalam konteks sistem ekonomi di Indonesia, Ekonomi Pancasila adalah ciri sistem ekonomi Indonesia. Berbeda dengan sistem sosialis yang pilar utamanya perusahaan negara. Juga, berbeda dengan sistem kapitalis yang sektor utamanya swasta. Ekonomi Pancasila pilar utamanya adalah ekonomi rakyat yang tergabung dalam koperasi.
Terkait rekayasa ulang manajemen pembangunan, Dawam menekankan bagaimana partisipasi perempuan di bidang ekonomi yang kemudian memunculkan genderisasi ekonomi. Intinya, kehadiran perempuan dalam kehidupan berekonomi cukup timpang di Indonesia. Namun, kesadaran tentang pentingnya peranan dan potensi perempuan dalam proses perkembangan ekonomi belum cukup disadari.Padahal, belakangan banyak diberitakan bagaimana perempuan ternyata telah tampil membawa solusi terhadap krisis ekonomi keluarga. Begitu juga dengan gejala ekonomi kreatif yang banyak ditemukan di kalangan perempuan, baik yang terdidik maupun yang tidak.
Sayangnya, kenyataan pada komunitas perempuan ini cukup ironis dan tragis. Statistik menunjukkan bagaimana perempuan justru menjadi korban kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Perempuan juga mengalami diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan dan menjalankan pekerjaan. Dalam era industrialisasi seperti saat ini, tenaga kerja perempuan juga menjadi objek eksploitasi.
Akhirnya dalam merekayasa ulang manajemen pembangunan Indonesia, kata kuncinya adalah perubahan. Perubahan yang seharusnya bisa dilakukan pada era reformasi seperti saat ini. Era reformasi yang menandai berakhirnya Orde Baru ternyata hanya tampak pada demokratisasi politik, tetapi tak nampak pada demokratisasi ekonomi. Proses perkembangan ekonomi terkesan melanjutkan haluan neoliberalisme.
Buku ini menjabarkan begitu banyak konsep dan pemikiran ekonom nasional maupun luar negeri, konsep-konsep dan pemikiran- pemikiran tersebut diselaraskan dengan kondisi di Indonesia sendiri. Bukan hanya itu, buku ini mencoba memberikan solusi yang coba ditawarkan dalam tarik-menariknya berbagai konsep dan pemikiran tersebut untuk pembangunan di Indonesia.
*Sumber: Warta BPK, April 2013 __dilansir dari: www.laskarinformasi.com.
*Rehal buku: Pembangunan Pascamodernis: esai-esai ekonomi politik/ M. Dawam Rahardjo/ INSISTPress dan INFID, 2012.