Buku: Adat Berdaulat, Melawan Serbuan Kapitalisme di Aceh*
Jika sistem hegemonik kapitalisme diidentifikasi oleh Karl Marx sebagai “setan yang bergentayangan,” maka untuk penyederhanaan dan pertimbangan konteks, simbol “Dajjal” sebagai sumber petaka bagi umat manusia yang diceritakan dalam hikayat-hikayat klasik Aceh lebih kurang bermakna sama. Setan itu, dengan segala kekuatan dan intrik-intriknya, telah bergentayangan tidak lagi sebatas di daratan Eropa, saat Marx memberi warning itu dalam buku Das Kapital nya (1867). Musuh penghancur tatanan sosial berdaulat itu telah bergentayangan di berbagai belahan dunia, termasuk di Aceh, provinsi paling barat Indonesia di pulau Sumatera. Tidak hanya telah menyelusup ke dalam ragawi bumi Tanah Rencong, tetapi telah – dengan sangat halus – merasuki alam pikiran dan kesadaran manusia, yang menjadi sekutunya. Begitulah setidaknya Roem Topatimasang memulai pengantarnya untuk buku “Adat Berdaulat, Melawan Serbuan Kapitalisme di Aceh.” Ia yang menyadari kentalnya muatan koqnitif atas diskursus gagasan paradigmatik dalam buku tersebut, menawarkan cara sederhana memahamkan isinya kepada kalangan lebih luas, terutama bagi masyarakat Aceh sendiri. Untuk mengupas isi buku itu di tengah-tengah khalayak di Aceh, Ia mengajukan pendekatan simbol “Dajjal” sebagai yang telah paling mereka kenal.
Bagaimanapun juga, buku yang terbit berkat kerja sama Lembaga Prodeelat, INSISTPress, dan UNDEF tersebut tidak begitu mudah “dikunyah” oleh kalayak umum, karena sisi-sisi diskursus teoritik atas esensi kapitalisme dan lawannya, adat berdaulat, yang termuat di dalamnya. Selain mengurai hakikat kapitalisme dan serbuan ideologi itu di Aceh, aspek terpenting buku ini adalah menawarkan suatu gagasan imunitas solutif bagi Aceh, dalam upaya melawan serbuan Dajjal yang telah sedemikian merajalela itu. Gagasan itu adalah sistem hukum adat, yang memiliki paradigma dan ideologi khasnya sendiri sebagai suatu tatanan sosial, khususnya terkait sistem ekonomi-politik (ekopol). Dan Roem sendiri menyebut gagasan “Adat Berdaulat” dari Prodeelat itu sebagai “mengisi ‘kekosongan pemikiran’ di kalangan organisasi masyarakat adat di negeri ini.”
Buku yang terdiri dari empat capture (bagian) itu, bagian pertamanya ditulis oleh Arianto Sangaji, seorang kandidat Phd bidang Critical Human Geography di Universitas York, Amerika Serikat. Arianto, tampak sebagai Intelaktual sangat mumpuni mengurai seluk-beluk sistem dan ideologi kapitalisme dan memotret – dalam buku ini – bagaimana isme itu menyerbu Aceh. Ia mengingatkan kita tentang pola pendekatan soft hegemonic power dari kapitalisme dalam hubungan kelas penghisapannya, yang membedakannya dari feodalisme. Jika feodalisme menerapkan kekuasaan ekstraekonomi atau tekanan politik dari tuan tanah, maka Arianto menyebut kapitalisme membebaskan kelas pekerja dari kewajiban hukum melayani kelas pemodal. Namun demikian, situasi tidak berdaya secara ekonomi membuat kelas pekerja terpaksa menjual tenaganya dalam waktu tertentu demi imbalan upah. Arianto sendiri menggunakan formula umum dari Karl Marx untuk memahami kapitalisme, yaitu M – C – M’, atau apa yang Marx menyebutnya “nilai lebih.” Dan berbasis formula itu juga Arianto mencoba mengungkap bagaimana serbuan arus kapitalisme menyerbu Aceh.
Bagian kedua, sebagai tawaran utama buku Adat Berdaulat, ditulis oleh Petua Chiek (Ketua) Prodeelat sendiri, Affan Ramli, yang berupaya memperkenalkan adat sebagai suatu gagasan perlawanan atas serbuan arus kapitalisme di Aceh. sebagai pendekatan memahami perlawanan adat, Affan menggunakan teori James C Scott yang mengklasifikasi perlawanan pada dua bentuk, yaitu ‘nyata’ dan ‘simbolik,’dalam buku Weapons of the Weak (1985). Dengan bertumpu pada analisis sosiologis dan peletakan kesadaran atas tujuan (niat) pelaku perlawanan simbolik dari Scott, pengajar Sosiologi Pendidikan di UIN Ar Raniry itu mengungkap kompleksitas sejarah perlawanan Rakyat Aceh. Dan dalam merumuskan kembali ‘adat,’ Affan menepis opini yang menganggap adat sebagai “aturan tidak tertulis,” dengan mengungkapkan fakta bahwa Adat Aceh telah ditulis pertama sekali di tahun 1607. Ia juga, dengan memperhatikan aspek semantik dan terminologis, menolak anggapan bahwa adat sebagai “kebiasaan masa lalu,” lalu memperkenalkannya sebagai suatu sistem yang kompleks meliputi; politik, ekonomi, hukum, dan kekerabatan. Selain itu, adat juga tidak tepat diidentifikasi kelayakannya hanya menjadi pedoman hidup masyarakat tradisional dan pedalaman, sehingga diposisikan sebagai produk yang kadaluarsa. Adat, seperti yang ditunjukkan Affan, memiliki dan dapat ditelaah basis pertanggungjawaban pengetahuan (epistemologi) dan realitas (ontologi) di balik aturan-aturan, karena itu pendekatan diskursus pemikiran atas adat menjadi penting. Ia, dengan mengacu pada teori filsafat moral dari Ali Shomali dan Taqi Misbah Yazdi, meletakkan eksistensi Adat Aceh adalah “persenyawaan Aceh dan Islam,” atau secara teknis Affan menyebutkan “adat adalah pelembagaan akhlak dalam sistem kehidupan masyarakat Aceh.” Merujuk pada konstruksi pemikiran filosofis Murthada Muthahhari, ideologi adat berdaulat adalah membangun akhlak sosial, menjaga tanah air, dan distribusi kesejahteraan. Dengan memahami hakikat adat yang demikian, maka layaklah ia disejajarkan dengan isme-isme besar yang dikenal manusia, seperti kapitalisme. Karena itu pula, ia dapat mengambil posisi yang layak berhadap-hadapan dan menghadang kapitalisme.
Dosen Hukum Unsyiah, Sulaiman Tripa, mengisi bagian ketiga buku ini dengan mengurai sejarah perlawanan mukim berdaulat, terutama terpusat pada kajian aspek hukum. lalu buku ditutup dengan bagian keempat dari penulis Fahri Salam. Penyunting buku Di Balik Kisah Gemerlap: Pergulatan Gerakan Sosial di Aceh Sesudah Tsunami (2014) itu, berdasarkan penelitan lapangan di tiga mukim, wawancara dengan tokoh-tokoh adat, serta koleksi data-data lainnya, memperkaya buku Adat Berdaulat, Melawan Serbauan Kapitalisme di Aceh dengan menunjukkan betapa praktik-praktik perlawanan adat dengan sistemnya sendiri dapat menghadang gurita kapitalisme menyerbu Aceh.
*Pengulas: Novendra Deje. Sumber: adatkita.com – 15 Agustus 2015.
*Rehal buku: Adat Berdaulat: Melawan Serbuan Kapitalisme di Aceh / Affan Ramli, Arianto Sangaji, Fahri Salam, dan Sulaiman Tripa/ INSISTPress dan Prodeelat, 2015.