Pesan-Pesan Tersembunyi*
Kekejaman rezim junta militer Burma mulai menjadi berita utama di media internasional setelah mereka membantai ratusan warga yang melakukan unjukrasa damai pada tahun 1988. Pada tahun 1990, partai oposisi pimpinan Aung San Suu Kyi menang dalam pemilihan umum, tetapi para jenderal penguasa tidak mengindahkannya—malah menangkap, memenjarakan, menyiksa, bahkan membunuh mereka yang berani menentang.
Aung San Suu Kyi tetap dikenakan tahanan rumah. Membawa atau memasang fotonya di tempat umum atau tempat terbuka yang lain sudah cukup jadi alasan untuk melakukan penangkapan. Yang paling mengherankan sekaligus mengejutkan adalah rancangan grafis uang kertas baru yang dicetak oleh pemerintah.
Memang celaka bagi penguasa, perancang grafis mata uang baru itu adalah seorang pendukung Aung San Suu Kyi. Maka, dia pun melihat ada kesempatan melakukan makar melalui karyanya yang dipesan pemerintah. Dia tahu bahwa lembaran mata uang baru itu harus memuat gambar mendiang ayah Aung San Suu Kyi: almarhum Jenderal Aung San. Sang Jenderal adalah pendiri tentara nasional Burma, sehingga rakyat Burma sangat menghormatinya karena perannya yang paling menentukan dalam mempertahankan kemerdekaan Burma dari kemungkinan berkuasanya kembali penjajahan Inggris di negeri itu.
Maka, sang perancang grafis itu pun mulai menoreh gambar wajah Sang Jenderal sebagai gambar terawang (watermark). Dia melembutkan garis-garis bagian dagu dan pipi Sang Jenderal. Dia menggunakan garis tipis tunggal saat menggambar bagian mata, hidung, dan mulut. Dengan semua cara itu, hasilnya adalah suatu bentuk cemerlang alat perlawanan: wajah sang ayah berubah perlahan dan sangat halus menjadi wajah sang putri.
Lembaga sensor pemerintah pun sampai terkecoh, menyetujui rancangan grafis tersebut tanpa mampu melihat bahwa gambar terawang pada lembaran uang kertas baru itu lebih membentuk gambar wajah sang putri ketimbang wajah ayahnya. Dengan gambar berunsur makar itu, rancangan uang kertas baru pun dicetak, diperbanyak, dan digunakan sebagai alat pembayaran resmi dan sah.
Dalam beberapa minggu dan bulan kemudian, di kedai-kedai teh dan pagoda di seluruh negeri, orang-orang saling berbisik dan bergunjing tentang gambar terawang di lembaran uang kertas baru itu adalah ‘Sang Putri’, demikianlah para warga di seluruh negeri menyebut Aung San Suu Kyi.
Unsur makar dalam grafis lembaran mata uang itu tidak hanya gambar terawangnya. Hiasan dedaunan dan kembangnya adalah empat lingkaran dari delapan warna—delapan melingkari delapan melingkari delapan melingkari delapan, melambangkan waktu ‘empat delapan’ (tanggal 8/8/88), yakni waktu dimulainya perlawanan damai rakyat berjuang menuntut demokrasi di Burma. Beberapa pengamat mengatakan bahwa paling sedikit ada sebelas pesan tersembunyi dalam grafis lembaran mata uang baru tersebut.
Yang jelas, semua orang sependapat dalam satu hal: grafis yang paling kuat kesan dan pengaruhnya adalah gambar terawang wajah Aung San Suu Kyi, nama yang dalam bahasa Burma berarti ‘Kumpulan Cemerlang dari Kemenangan-Kemenangan Kecil’. Rakyat Burma pun menggenggam lembaran mata uang negeri mereka dengan ketidakpercayaan yang semakin tinggi terhadap pemerintah, sekaligus kebanggaan yang semakin kuat pada sang pemimpin oposisi.
Para jenderal benar-benar tersinggung dan merasa dipermalukan setelah mengetahuinya. Mereka memerintahkan untuk menarik kembali semua lembaran mata uang baru tersebut dari peredaran. Siapa pun yang masih menyimpannya dianggap melanggar hukum. Tetapi, sampai sekarang pun masih banyak orang Burma yang menyimpannya diam-diam bagaikan pusaka. Lembaran uang kertas itu mereka sebut sebagai ‘Uang Kertas Demokrasi’.
*Sub bab (halaman 49-51) buku: Tindakan-tindakan Kecil Perlawanan: Bagaimana Keberanian, Ketegaran dan Kecerdikan Dapat Mengubah Dunia/ Steve Crawshaw & John Jackson/ Roem Topatimasang/ INSISTPress, 2015.