Questioning Everything: Semakin Mencari dan Terus Menggali

Questioning Everything: Semakin Mencari dan Terus Menggali*

“Ada dua cara ampuh untuk memahami isi kepala seseorang. Pertama, sambangi tempat ia tinggal dan lihat koleksi bukunya. kedua, luangkan waktu yang amat panjang dan ngobrol-lah dengan dia.” — Ananda Badudu, vokalis Banda Neira

Ini adalah kutipan testimonial dari Ananda Badudu, vokalis band Banda Neira, yang tersemat di bagian atas sampul belakang buku Questioning Everything: Kreativitas di Dunia Yang Tidak Baik-Baik Saja. Buku ini sukses saya tandaskan dalam waktu 3 hari saja, di malam sebelum saya tidur dan membuat saya termanggut-manggut sambil membayangkan situasi Tomi Wibisono dan Soni Triantoro, kedua penulis buku ini, berhadapan dengan puluhan bahkan ratusan tokoh yang diwawancaranya.

Questioning Everything awalnya saya pikir adalah buku biasa yang berisi rekam tulisan wawancara berbagai tokoh penting di dunia seni Indonesia. Sebut saja: Remy Sylado, Joshua Oppenheimer, Jerinx, Seno Gumira Ajidarma, Puthut Ea hingga Begundal Lowokwaru dan ((AUMAN)) yang terkenal ‘nyeleneh’ pada scene-nya masing-masing. Tetapi, membaca part per part buku ini, saya jadi tidak bisa berhenti dan terus ingin tahu. Depth-interview, mungkin lebih tepatnya. Meski beberapa nama di antaranya cukup baru buat saya, tapi saya jadi makin penasaran, dan akhirnya bertanya ke Google tentang sosok-sosok dalam buku ini.

Membaca part demi part wawancara yang sebagian dimuat di Warning Magazine ini, sangat menyenangkan. Saya senyum-senyum sendiri saat membaca bagaimana Sheila On 7 awalnya datang ke Jakarta dan ‘diberi’ baju-baju bekas pakai milik karyawan Sony Music karena penampilan mereka yang sungguh luar biasa …ndesone. Iya, baju bekas pakai punya karyawan lho, saking mereka datang ke Jakarta tanpa bekal apapun. Lalu wawancara dengan band Sangkakala juga menarik. Mereka mendeskripsikan sendiri arti glam rock dan hubungannya dengan fashion glam pada masanya.

“Fashion animal itu ‘kan sebenarnya pattern yang mahal. Enggak semua orang bisa beli. Makanya pemakaian istilah glamour juga dari situ” — Sangkakala (p. 262)

Meski bekerja di bidang media, kalau boleh jujur, kemampuan saya untuk mewawancarai seseorang secara mendalam, masih minim. Meski dulu berkuliah di jurusan Komunikasi, barangkali saya waktu di kelas lagi ngowoh makanya beberapa istilah jurnalistik di buku ini, seakan menyegarkan kembali ingatan saya. Bagi saya, sederhananya buku ini menjadi inspirasi. Bagaimana duo Warning Magazine ini bisa mengajak orang awam sekalipun untuk menikmati lembar demi lembar obrolan kaya gizi dengan tokoh-tokoh di dunia kreatif yang peka kondisi sosial-politik di tanah air, mengajak kita untuk tidak hanya sekedar berhenti pada kurang lebih 10 lembar wawancara tiap tokohnya. Tetapi menimbulkan rasa penasaran lebih dalam, sehingga kita akan terus haus untuk mencari lebih dalam lagi melalui berbagai sumber.

Walau pada suatu sore di bulan Mei kemarin saya tak sempat menyimak dengan serius acara diskusi bedah buku dalam rangka tur buku ini (soalnya sambil nggarap kerjaan di meja sebelah), tapi saya senang karena mengabadikan momen bersama teman-teman dari Warning Magazine, Mas Tomi dan Mas Soni, khususnya. Sungguh, setelah membaca buku ini, saya jadi paham kenapa akhir-akhir ini saya suka grisihen sendiri. Ternyata saya kurang baca buku, lama tidak mengisi otak dengan sesuatu yang membuatnya merasa ‘penuh’.

Membaca ini membuat saya semakin haus akan dunia kepenulisan kreatif. Tidak ada teori yang akan berhasil tanpa praktek nyata dan latihan terus menerus, pun dengan kemampuan berwawancara,  mentranskrip, menulis dan menyampaikan dengan baik, pesan demi pesan yang diucapkan. Mas Tomi dan Mas Soni telah menenggelamkan diri dalam dunia kepenulisan kreatif ini dan saya berharap mereka tidak akan pernah mentas, karena sesungguhnya kita semua, baik pecinta musik, seni dan film maupun orang awam, selayaknya melumat habis asupan otak seperti buku Questioning Everything ini.

*Perehal: Winda Carmelita | Lansir dari: www.windacarmelita.com – Juni 2016.

*Rehal buku: QUESTIONING EVERYTHING! kreativitas di dunia yang tidak baik-baik saja / Tomi Wibisono & Soni Triantoro/ WARNING Books, INSISTPress,  & Pojok Cerpen,  2016.