Bon Suwung: kumpulan cerpen

Rp 40.000

Penulis: Gunawan Maryanto
Penyunting: Hasta Indriyana
Penyunting penyelia: M. Anwar
Ilustrasi: Andy Seno Aji
Perancang isi & sampul: Rumah Pakem & Azka Maula
Penerbit: INSISTPress
ISBN: 602-978-602-0857-46-6
Edisi: II, September 2017
Kolasi: 13 x 20 cm; x + 149 halaman

Category: Tags: , , , , Product ID: 1213

Description

“Ada tiga ciri cerpen Gunawan Maryanto. Pertama, cerpen identik dengan puisi. Kedua, cerpen adalah alusi. Ketiga, cerpen identik dengan dunia asing. Karena cerpen identik dengan puisi, maka cerpen Gunawan Maryanto bertitik berat pada retorika, bukan dua komponen utama dalam cerpen-cerpen tradisional, yakni penokohan dan alur. Cerpen adalah alusi, karena itu sebagian cerpen Gunawan Maryanto berdasarkan teks yang sudah ada sebelumnya, seperti novel, puisi, dan penelitian. Bahkan, sebetulnya cerpen Gunawan tidak secara langsung merupakan alusi pun, tidak lepas dari teks-teks yang sudah ada sebelumnya. Retorika cenderung untuk tidak menyentuh realitas yang sebenarnya, sementara alusi adalah teks yang secara tidak langsung diangkat ke dalam teks lain, karena itu jangan heran, cerpen Gunawan Maryanto menawarkan dunia yang asing.” ~ Budi Darma, penulis, Guru Besar Sastra Universitas Negeri Surabaya.

Bon Suwung merupakan satu di antara kumpulan cerpen dalam buku ini. Diawali dengan sebuah puisi, pembaca diajak bermain dengan pikiran dan bahasa. Menceritakan realitas namun dikemas apik dan sedikit menawarkan dunia yang asing. Jika ada yang berhasil melakukan transformasi atas estetika atau taste puitika sebagaimana yang ditemukan dalam tembang macapat Jawa, maka kumpulan cerita ini salah satu eksemplar yang kuat.” ~ Yudi Ahmad Tajudin, dramawan, sutradara.

“Bagi mereka yang terbiasa membaca cerpen koran hari Minggu, dengan ‘stereotipe’-nya bahwa cerpen benar-benar ‘cerita pendek’ yang bisa menghibur, membaca cerpen-cerpen Gunawan ‘Cindil’ Maryanto (GcM) tentu sebuah teror yang menyesakkan. Cerpen-cerpen GcM bukan saja berat tapi memang sama sekali tidak punya pretensi ‘menghibur.’ Malah kepala bisa-bisa pusing dibuatnya. Tema-tema ceritanya memang menarik tapi juga sangat ‘aneh.’ Alur ceritanya tak lazim atau bahkan seperti tanpa alur. Tokoh-tokohnya misterius dan hadir seperti tiba-tiba. Tidak ada awal dan tidak ada akhir sebagai sebuah cerita. Dan kalaupun ada, cerita-cerita itu tampak rangkap dan berlapis-lapis. Semacam ada gaya ‘cerita dalam cerita.’

Sedikit banyak ini mengingatkan akan gaya cerita di dalam Mahabharata. Saya curiga beberapa tokoh dalam cerpen-cerpennya, yang sempat disebut selintas, yang masih misterius itu, nantinya akan diceritakannya ulang. Tentu dalam cerpen-cerpen yang lain.” ~ Hairus Salim, penulis, pegiat LKiS.

Bon Suwung pertama kali terbit pada Februari 2005, proses inisiasi penerbitan dan penyuntingan naskah kala itu dilakukan bersama komunitas AKY (Akademi Kebudayaan Yogyakarta). Sejak diluncurkan, buku ini banyak mendapat sambutan bagus dari khalayak pembaca. Beberapa media memuat ulasan terhadap buku ini. Pada 2005, Bon Suwung memperoleh apresiasi lembaga sastra Khatulistiwa Literary Award, masuk dalam 10 Besar Khatulistiwa Literary Award 2005.

“12 tahun berselang Bon Suwung menjalani masa cetakan pertama, lalu pada 2017 ini dicetak ulang dan dihadirkan kembali kepada khalayak pembaca. Kabar terkini, buku ini mendapat undangan masuk katalog buku dari Komite Buku Nasional karena lolos dalam kurasi kategori buku fiksi untuk Beijing International Book Fair dan Frankfurt Book Fair 2017. ” ~ M. Anwar, dewan redaksi INSISTPress.


>> opini, komentar, ulas buku, bacaan terkait: