Description
Bagi mereka sendiri yang dilahirkan di Bali saja belum merasa cukup mampu mengerti, apalagi sebagai pendatang yang mempunyai latar belakang adat berbeda. Sunar sedih mendengarkan keluhan itu. Dia hanya mengadaikan; mengapa orang-orang asing itu juga bisa menulis buku tentang budaya Bali. Sedang Sunar toh setidaknya orang Indonesia asli. Tak ada waktu berlama-lama untuk putus asa. Dia mulai rajin mengumpulkan bahan-bahan bacaan tentang adat Bali dan agama Hindu. Dia tiap malam minggu bertandang ke pasar senggol Kreneng sambil membeli buku-buku kecil bacaan adat Bali. Buku-buku sederhana yang kadang dengan keras stensilan, sunguh banyak membantu. Tak sampai di situ usaha Sunar. Dia akan mencari pacar gadis Bali, agar setiap berkencan bisa berdiskusi budaya Bali. Alangkah manisnya berpacaran sambil mengobrolkan budaya, tradisi, seni, dan kehidupan. Tak akan pernah akan sepi dan bosan bila bercinta dengan gadis Bali.
Langkah yang paling mendesak, dia akan tinggal bersama keluarga orang Bali. Menyatu dan berguru apa saja yang bisa di pelajari. Itu masa gila bagi Sunar, ke mana-mana dia menenteng buku. Membaca dan meringkas, menghafal dan berlatih pidato sendiri adalah menu harian. Sebagai anak muda yang lepas dari orang tua, tentu muncul kecengengan, sentimental, naluri manja. Dia acuhkan dan tak diurus berpanjang-panjang deretan kerinduan yang bisa mengundang tangis itu. Dia tepiskan ke samping itu semua.
Opini, komentar, ulas buku, bacaan terkait:
- Aspek Humaniora Dalam Novel “Pegadaian” Karya Sigit Susanto | Skripsi Fakultas Sastra (Ilmu Budaya) UNEJ – Sumber: repository.unej.ac.id
- Pegadaian karya Sigit Susanto: Estetika Mudik? | Sumber: timbalaning.wordpress.com – 18 April 2017.