Description
“….. dalam periode pemberontakan yang menang, ketika musuh terisolasi dan pemberontakan berkembang, tidak sulit untuk bertarung dengan baik. Pada saat-saat seperti itu, bahkan orang yang terbelakang bisa menjadi pahlawan. Namun, perjuangan proletariat bukanlah satu gerak maju tanpa interupsi, satu rantai kemenangan tak terputus. Perjuangan proletar juga menderita kegagalan dan ujian.
Orang revolusioner sejati bukanlah orang yang menampilkan keberanian dalam periode pemberontakan yang menang, melainkan orang yang, tidak saja bertarung dengan baik dalam revolusi yang sedang maju ke kemenangan, tapi juga menunjukkan keberanian ketika revolusi mengalami kemunduran, ketika proletariat menderita kegagalan; tidak kehilangan akal dan menjadi takut ketika revolusi mendapat pukulan, ketika musuh mencapai keberhasilan; tidak terserang panik atau menjadi putus asa ketika Revolusi sedang mundur.” J.V. Stalin
***
“Bicara tentang Trotsky, tak terhindarkan harus bicara juga tentang Lenin dan Stalin. Untuk itu, setidaknya harus mempelajari sejarah Revolusi Rusia dan karya ketiga tokoh itu. Dalam literatur politik, media komunikasi borjuis dan Barat, pada umumnya, ketokohan Stalin dihadapkan dengan ketokohan Trotsky. Sederhananya, Troskyisme dianggap sebagai antidote dari Stalinisme yang “menakutkan” dan “kejam”.
Kalau orang membaca tulisan Lenin, Trotsky dan Stalin maka akan terlihat jelas peran dan posisi ketiga tokoh ini dalam masalah-masalah pokok Revolusi Rusia yang harus mereka hadapi. Tak akan terhindarkan orang akan melihat dan mengerti bahwa apa yang dilawan Trotsky bukanlah “Stalinisme”, tapi “Leninisme”. Selama 15 tahun sebelum masuk Partai Bolshevik dan enam tahun di dalam Partai, Trotsky hampir selalu berseberangan dengan Lenin.
Kegiatan faksional dan pembentukan grup-grup oposisi ilegal, lengkap dengan platformnya, jelas menjelujuri (‘menjahit’) pertumbuhan dan perkembangan Partai Bolshevik sejak ia dibentuk. Penarikan garis pemisah secara ideologis, politik dan organisasi dengan kaum Menshevik tidak melindungi Partai Bolshevik dari perjuangan sengit antara garis proletar yang diwakili oleh Lenin dan garis borjuis yang diwakili pada pokoknya oleh Trotskyisme. Trotskyisme yang pada hakikatnya juga satu bentuk dari Menshevisme.
Stalin yang tidak pernah menganggap dirinya sempurna dan bisa mengakui kesalahan dan mengoreksinya tepat pada waktunya, memperlihatkan dirinya tidak pernah terlibat dalam pembentukan faksi untuk melawan Partai ketika masih dipimpin oleh Lenin. Itu tidak berarti dia seseorang yang selalu membeo, atau tipe “yesmen”, tidak punya inisiatif dan pendapat sendiri. Stalin menyalurkan pendapatnya melalui saluran yang dibenarkan oleh disiplin dan demokrasi intern Partai.
Pengadilan Moskow berjalan dalam sebuah sistem yang diciptakan tidak saja oleh mereka yang mengadili, tapi juga oleh mereka yang diadili. Perlu dicatat bahwa di antara mereka yang diadili terdapat banyak pejabat tinggi Partai dan Pemerintah. Oleh karena itu dalam konteks ini, Pengadilan Moskow sepenuhnya legitimate dan syah.
Pengadilan Moskow terjadi ketika kekuatan imperialis besar dan kecil membentuk persekutuan yang khusus ditujukan untuk mencekik dan menumbangkan Pemerintah Sosialis Pertama di dunia. Pemerintah ini mempunyai prinsip dan hukumnya sendiri, yang sudah tentu berlainan atau bahkan bertentangan dengan prinsip dan hukum yang berlaku di negeri-negeri borjuis Eropa dan Amerika.
Trotsky dan para pengikutnya adalah bagian dari pimpinan Partai dan Pemerintah yang membangun sistem serta prinsip-prinsip hukum yang berlaku di Soviet Uni. Dengan kata lain, Trotsky dan para pendukungnya bukan penganut sistem dan prinsip-prinsip legal yang berlaku di Barat. Oleh karena itu, memandang atau menghakimi Pengadilan Moskow menurut prinsip legal yang berlaku di Barat, seperti yang diinginkan Trotsky dan para pendukungnya dan juga ilmuwan dan sejarawan Barat, adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak mungkin.
Selama Pengadilan Moskow berlangsung, beberapa tokoh penting Konspirasi telah mengakui keterlibatannya dalam kegiatan faksional anti-Partai sejak awal Revolusi, bahkan kegiatan spionase melayani kebutuhan dinas rahasia negeri yang bermusuhan demi membiayai aktivitas kriminalnya.
Praktik dan kenyataan membuktikan kaum oposisi yang menyandang nama mentereng “Komunis Kiri” atau “Oposisi Kiri” akhirnya meluncur di atas jalan pengkhianatan terhadap usaha membangun Sosialisme pertama di dunia.
Kita tidak tahu dengan pasti berapa besar dan seriusnya dampak negatif dari kegiatan anti-Partai dan sabotase yang dilakukan oleh para pejabat yang menduduki posisi tinggi dan penting, bahkan posisi kunci dalam ekonomi dan keamanan, kecuali yang menyangkut penindasan dan pembunuhan tahun 1930-an.
Penelitian yang dilakukan terhadap dokumen-dokumen dari arsip Soviet yang sudah bisa diakses umum menunjukan bagaimana NKVD (Komisariat Rakyat untuk Urusan Dalam Negeri) yang berada di bawah pimpinan konspirator (Yagoda, Ezdhov, Frinovsky), bermaksud menimbulkan ketidaksenangan, kebencian dan perlawanan di kalangan penduduk melalui penindasan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak bersalah dan bahkan pendukung sistem.
Penindasan dan pembunuhan itu merupakan bentuk dan dampak paling besar dan paling negatif dari kegiatan faksional anti-Partai yang secara terpusat dipimpin Trotsky, Zinoviev, Kamenev, Bukharin dan Ezdhov.
Tanpa maksud mengecilkan dampak dari sabotase dan kegiatan merusak lainnya dari grup-grup teroris pimpinan para konspirator politik, massa rakyat di bawah pimpinan kolektif Partai dengan tokoh utamanya, Stalin, toh berhasil mengubah Rusia dengan perkembangan ekonomi dan teknologi terbelakang dan kehancuran serta krisis sebagai akibat perang melawan agresi asing dan kekuatan reaksioner dalam negeri, menjadi benteng terkuat di Eropa dalam melawan fasisme Hitler.
Yang harus dicatat adalah keberhasilan ini dicapai dengan pertama-tama bersandar kepada sumber dan kemampuan rakyat dan negara sendiri. Dengan kata lain melalui politik berdiri di atas kaki sendiri. Ini membuktikan keampuhan garis politik pembangunan ekonomi sosialis yang bersandar mutlak pada dukungan penuh massa rakyat.
Baru-baru ini Kompas-Moskow memberitakan (25 Maret 2016) hasil jajak pendapat tentang Stalin yang dilakukan di 48 wilayah di Rusia, oleh sebuah lembaga independen, Levada. Hasilnya adalah “lebih dari separuh warga Rusia percaya bahwa diktator Soviet, Joseph Stalin adalah pemimpin yang bijak dan jadi panutan… 57% umumnya setuju bahwa Stalin adalah pemimpin yang bijak yang membuat Soviet kuat dan makmur”.
Sementara itu hanya 23% yang menyatakan tidak setuju dengan pernyataan “ Stalin adalah pemimpin yang brutal yang membunuh jutaan orang..”
Pemalsuan anti-komunis di Barat sangat dibantu dengan buku-buku yang diterbitkan dalam periode kekuasaan Khrushchov. Robert Conquest, pencipta dari istilah “the Great Terror” adalah seorang propagandis yang bekerja untuk Dinas Rahasia Ingris. Informasi dalam bukunya pada pokoknya bersumber pada kebohongan yang disebar oleh Khrushchov sendiri dan para sejarawan resmi jaman Khrushchov.
Di bawah pemerintahan Gorbachov, pemalsuan sejarah semakin intensif. Uni Soviet bubar, pemalsuan masih merupakan faktor yang berdominasi dalam penulisan dan interpretasi terhadap sejarah Soviet.
Tidak mengherankan kalau mayoritas warga di Rusia masih menganggap Stalin sebagai pemimpin yang brutal dan membunuh jutaan orang. Namun tidak dapat dipungkiri adanya kecenderungan yang semakin besar untuk menilai kepemimpinan Stalin dengan lebih objektif.
Kolonel Alksnis menyatakan “sebuah proyek penelitian objektif, yang bebas dari dogma ideologis, bisa mengubah sikap kita terhadap kejadian pada tahun-tahun itu dan terhadap figur-figur jaman itu”. Kenyataan bahwa sampai sekarang para penguasa Rusia masih terus merahasiakan mayoritas dokumen tentang periode pemerintahan Stalin membenarkan pendapat perwira Rusia ini. Sekaligus membuktikan paradigma anti-komunis dan anti-Stalin dalam sejarah Soviet dibangun dan dipertahankan dengan pemalsuan dan kebohongan.
Krisis ekonomi dan finansial global yang meledak tahun 2008 telah meningkatkan kontradiksi antara kekuatan imperialis besar dan kecil.
Dengan adanya kemungkinan dibangunnya kembali Rusia sebagai kekuatan imperialis yang berani menantang Eropa dan Amerika, hantu Stalin kembali dihidupkan oleh politisi dan para akademisi anti-komunis Barat dan juga dalam media komunikasinya. Mereka bandingkan Putin dengan Stalin. Satu perbandingan sepenuhnya absurd. Stalin seorang pemimpin komunis yang berusaha, dengan jujur dan pengorbanan luar biasa, untuk membangun dan membela Sosialisme. Sedangkan Putin seorang revisionis anti-komunis, yang mewakili kepentingan oligarki dan yang dengan setia mempertahankan kebohongan dan kepalsuan yang disebar oleh pendahulunya, klik revisionis Khrushchov.
Tiga tahun yang lalu, 2013, Carnegie Endowment menyelenggarakan survei opini di Rusia, Armenia, Azerbaijan dan Georgia. Hasilnya adalah dukungan dan kekaguman terhadap Stalin meningkat sejak runtuhnya Soviet Unie pada tahun 1991. Kecenderungan meningkatnya terus jumlah orang yang menolak penghitaman Stalin sejak Rejim revisionis modern pimpinan klik Khrushchov sampai sekarang telah dibuktikan dengan hasil jejak pendapat yang diberitakan Kompas, tahun ini.
Putin menggunakan image Stalin untuk kepentingan rejim oligarkinya dan usaha peningkatan kontrol Negara terhadap warganya. Karena di otaknya, Stalin di samakan dengan “kontrol dan penindasan”. Seandainya ia berani dengan jujur mengakui peran dan ketokohan Stalin seperti yang dilakukan warga Rusia dalam berbagai jajak pendapat dan survei opini, maka sudah seharusnyalah dia membuka semua dokumen yang berkaitan dengan periode pemerintahan Soviet di bawah Stalin.
“Bom” itulah yang oleh Kolonel Alksnis dianggap akan mengubah paradigma penuh kebohongan dan pemalsuan dalam sejarah Soviet yang sampai sekarang masih berdominasi.” Tatiana Lukman (hlm. 315-319)
>> opini, komentar, ulas buku, bacaan terkait: