Mengusik Adat Orang Rimba*
Masyarakat terasing yang tercerai-berai oleh beberapa kepala suku (ketua kelompok) dan hidup nomaden (berpindah-pindah), tiba-tiba mengadakan suatu lompatan quantum bersekolah ala masyarakat modern. Interaksi antara Butet dan masyarakat Kubu atau Orang Rimba sangat unik dan penuh teka-teki. Karena pertama kali ia mengajak anak-anak Orang Rimba bersekolah, terang-terangan ditentang oleh kepala suku, tetua dan masyarakat asli suku terasing di Jambi yang berlokasi di tiga wilayah kabupaten. Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Muaro Tebo yang dipenuhi hutan belantara dengan rumah sederhana.
Mengajak Orang Rimba ‘sokola’ (bersekolah) tidaklah mudah. Asimilasi dan pendekatan terus-menerus dilakukan yang kemudian mulai memerlihatkan hasil, Butet diterima oleh Komunitas Orang Rimba. Ketika Butet telah masuk ke tengah komunitas Orang Rimba, menjadi bingung sendiri, “Tapi, Bagaimana Memulainya?”. Dia pun mulai mengajar anak-anak Orang Rimba untuk mengentaskan mereka dari kebodohan.
Pada hari ke-17 masuk Rimba, para tetua adat, kepala suku dan tokoh masyarakat Orang Kubu mulai menentang usaha Butet. Kecurigaan yang begitu kental terhadap upaya pengajaran dan pendidikan Butet disuarakan oleh mereka terang-terangan. “Jangan Usik-usik Adat Kami”. Suatu hal yang jika menimpa orang yang bukan seperti Butet pasti akan segera angkat kaki dari komunitas orang di Hutan Bukit Dua Belas.
*Julaeha, Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina dan Anggota Koalisi Perempuan Indonesia | Sumber: Suara Pembaruan – 6 September 2007.
*Rehal buku: Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba/ Butet Manurung/ INSISTPress, 2007.