Sokola Rimba, Belajar Bersama Orang Rimba*
Tidak semua masyarakat suku itu selalu arif pada alamnya. Dan sebaliknya, tidak semua orang rimba itu tidak bijak pada lingkungan. Ada baiknya orang tahu, pemerintah juga pernah mencoba membantu dengan caranya sendiri, walau sering tidak ada hasilnya.
Bahwa LSM tidak selalu betul-betul memahami kebutuhan warga dampingannya dan benar adanya. Dan tidak selamanya orang seperti aku yang bergaul dekat dengan masyarakat suku, layak didengar karena kami juga bisa salah.
Yang pasti aku hanya ingin menulis perjalanan manusia biasa dan bukan kisah-kisah heroik. Aku hanya ingin mengatakan bahwa Orang Rimba akan baik-baik saja jika tidak ada kita, orang luar, yang kelaparan dan selalu merasa berhak menghakimi, menunjukkan langkah, dan menentukan kehidupan untuk mereka.(Penulis*)
Sinopsis:
Membaca kisah buku ini seperti sebuah cerita yang mengalir apa adanya. Padahal apa yang tertulis adalah perjalanan menarik dari alumni Antropolog Universitas Padjajaran Bandung saat berpetualangan di Bukit Dua Belas Jambi tahun 1999.
Mungkin kalau membaca sekilas, ini sebuah buku cerita. Padahal bukan, ini catatan harian Butet yang awalnya berjuang seorang diri untuk membangun pemikiran masyarakat suku yang terasing. Bagaimana dia mengajarkan kerangka berpikirnya untuk mereka atau sebaliknya, bisa disimak dalam Bab 6 Bagian Pertama tentang “Muridku Guruku”.
Seperti dituturkan Butet (halaman 95), “Aku cukup kuatir dengan orangtua yang terus mengawasiku dengan penuh selidik. Seorang nenek mengatakan dalam bahasa rimba sekolah tidak ada dalam adat kami. Kalau kami dapat malapetaka, itu artinya kamu yang membuat kami kualat. Aku berusaha mentralisir dengan hanya menyobek kertas untuk mereka coret-coret, mengeluarkan sebuah buku abjad dan angka dalam huruf yang besar-besar dan hanya bermain-main selama beberapa minggu pertama. Aku mengajak mereka bernyanyi yang berisi nama-nama hari dan abjad, mengajari mereka menjahit, pencak silat bahkan naik sepeda. Sebaliknya, aku banyak belajar tentang siapa mereka, hidup dan adat mereka, belajar membuat tikar dari seluang, mengolah buah guntor dan banyak lagi. Aku bukan hanya guru bagi mereka, namun muridku adalah guruku juga”.
Deskripsi:
Buku ini cukup bagus untuk membuka wawasan kita. Bahwa tidak semua orang Indonesia membutuhkan bantuan pemerintah, seperti pikiran penulis.Indonesia yang memiliki kekayaan alam, ribuan pulau, termasuk masyarakat suku yang tersebar di banyak daerah Indonesia. termasuk masyarakat suku yang tersebar di banyak daerah Indonesia, diantaranya, suku yang berdiam di Bukit Dua Belas Jambi.
Penulis mencoba menampilkan keunikan masyarakat suku tersebut dan perjuangannya dalam memberikan sedikit bekal bagi masyarakat suku untuk bisa berhubungan dengan dunia luar. Buku ini bisa dibaca siapa saja, termasuk anak-anak yang ingin tahu bagaimana kehidupan anak-anak yang tinggal di bukit dan jauh dari keramaian.
*Penulis/perehal: Noer Soetantini. Sumber: Suarasurabaya.net – 11 Januari 2008.
*Rehal buku: Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba/ Butet Manurung/ INSISTPress, 2007.