Description
Di dalam melihat sebuah peristiwa seperti bencana alam yang terjadi di Aceh dan Nias, kalau korban menuturkan pengalamannya sendiri identik dengan ‘mata pertama’, dan jika para relawan menuturkan pengalamannya identik dengan ‘mata kedua’, maka buku ini serupa dengan ‘mata ketiga’. Sekalipun merupakan ‘mata ketiga’, buku ini ditulis dengan terjun langsung ke lapangan selama kurang-lebih 2 bulan, dengan mewawancarai sekitar 150 narasumber baik para korban maupun relawan. Dengan demikian pembaca akan dibawa untuk melihat kisah-kisah yang ada dengan lensa zoom in dan zoom out, mendekat untuk lebih melihat detil masalah, dan menjauh agar terus bisa menjaga jarak dan keseimbangan pandangan.
Bencana itu telah menorehkan luka nyaris di luar batas kemampuan manusia untuk menahan sakitnya. Apalagi debu yang beterbangan di sekitar hiruk pikuk salah satu respon program kemanusiaan terbesar dalam sejarah ini, menambah parah luka itu. Dengan berjalannya waktu, sangat manusiawi jika muncul harapan bahwa luka itu telah mengering sembari meyakinkan diri bahwa catatan proses penyembuhan tergenggam di tangan sehingga di babak yang lain ada pembelajaran untuk menyembuhkan dengan lebih baik.
Opini, komentar, ulas buku, bacaan terkait: