Sekolah Itu Candu*

Apa itu Sekolah ?

Skolae adalah awal mula dari kata sekolah di indonesia, School di inggris . Skolae dalam bahasa yunani kuno berart ‘’ Waktu luang yang digunakan untuk belajar ‘’ , demikian adalah awal mula sekolah.

Orang yunani kuno pada zaman dulu sering membaca buku dan mencari ilmu pengetahuan di sela-sela waktu luang mereka, mereka mencari ilmu pengetahuan di guru-guru di sekitar rumah mereka, berdiskusi dan mencari kebenaran layaknya filsuf-filsuf yunani seperti Sokrates, Plato maupun Aristoteles . Seiring berjalannya waktu , Waktu luang mereka pun di gunakan untuk mencarikan guru tetap untuk mengajarkan mereka serta keturunan-keturunan mereka, akan tetapi guru pada masa itu belum memiliki titel,gelar maupun ijazah layaknya guru maupun pendidik masa kini . Mereka pun mendirikan suatu tempat dimana guru dan anak didik bisa belajar dan mengajar menyesuaikan waktu luang mereka. Demikian adalah sejarah defenisi sekolah yang awal mulanya adalah hanya sekedar Waktu Luang yang kemudian bereinkarnasi sehinggah menjadi suatu lembaga yang memiliki aturan yg menghabiskan waktu luang kita.

Sekolah bagi sebagian orang ialah suatu tempat dimana kita menghabiskan waktu luang, kurang lebih ‘’Dua Belas Tahun’’ hanya untuk mendengarkan Guru berbicara di depan kelas serta tempat yang memiliki berbagai aturan yang sedemikian rupa sehingga sudah tidak bisa lagi dibedakan antara Sekolah dengan Penjara.

Bagi Roem Topatimasang, salah seorang tokoh pendidikan kritis di Indonesia, Dia mengatakan bahwa Sekolah sudah mati dalam bukunya ‘’Sekolah itu candu’’, karena dia menganggap bahwa sekolah sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sudah tidak lagi mengedepankan aspek afektif serta psikomotorik tetapi hanya mengedepankan aspek kognitif. Sekolah sekarang hanya menciptakan manusia manusia pintar dan jenius tetapi tidak bermoral dan tidak mempunyai keterampilan yg mendominasi.

“Sekolah bisa melahirkan pejabat tetapi juga bisa melahirkan penjahat,”demikian kata Roem dalam bukunya tersebut , dan sekarang sudah tidak bisa kita nafikan kenyataan tersebut.


Fenomena Sekolah

UAN ( Ujian Akhir Nasional ) sistem pendidikan di indonesia sangat diskriminatif dengan adanya kebiajakan UAN di setiap lembaga pendidikan . Sebelum adanya pemerataan pendidikan UAN belum bisa di laksanakan menurut saya , karena kenapa , Pulau Jawa, Sulawesi dan Papua tidak memiliki fasilitas dan SDM guru yang tidak merata.

Hanya indonesia bagian barat yang memiliki fasilitas yang memadai dan hanya sebagian kecil bagian timur indonesia yang meiliki fasilitas memadai itupun hanya terdapat di Kota-kota besar bagian timur indonesia seperti Makassar dan Jayapura . Selain tidak adil dan bersifat diskriminatif , UAN juga bisa mengakibatkan gangguan mental pada siswa karena ketakutan mereka tidak lulus UN , Tiga tahun mereka sekolah hanya di nilai dalam Tiga hari UAN , sangat miris kondisi pendidikan kita.

Selain itu UAN sangat sarat dengan kecurangan oleh pihak sekolah , dimana soal-soal memiliki kunci jawaban yang di berikan oleh guru kepada murid sesuai dengan soal yang mereka kerjakan . Beginilah kondisi pendidikan kita di negara kita tercinta ini , Ketika sistem tak berubah Indonesia hanya melahirkan pemuda penerus bangsa yang kolot karena di didik dengan sistem yang diskriminatif .
Berijazah bukan berpendidikan , kebanyakan guru di indonesia hanya memiliki gelar ijazah tanpa memiliki nilai dari ijazah mereka, nilai yang saya maksud disini bukan nilai angka akan tetapi kemampuan, skill dalam mengajar. Banyak pula universitas yang menyediakan ijazah tanpa melakukan proses perkuliahan selama kurang lebih empat tahun, tanpa berproses. Ijazah yang instan melahirkan guru yang instan pula, instan dalam mengajar dan tidak memberikan apa apa kepada murid selain mendikte di depan kelas dan menceramahi murid tanpa arahan yang jelas.

Kurangnya Sikap kritis, fenomena selanjutnya adalah murid-murid di indonesia sangat minim sikap kritis karena pendidikan tidak pernah di benturkan dengan realita-realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Murid hanya di ajarkan tentang bagaimana menyelesaikan soal-soal fisika, matematika kemudian dilain sisi masrakat sedang tertimpa permasalah sosial seperti kemiskinan, korupsi yang merajalela dan kejahatan –kejahatan yg merajalela. Terjadi pemisahan antara sekolah dan masyarakat sehingga mengakibatkan kurangnya sikap kritis siswa. Padahal dalam UU sisdiknas Tahun 2003 di jelaskan bahwa adanya ‘’ Pendidikan berbasis Masyarakat ’’ akan tetapi pemerintah seolah-olah tidak menghiraukan undang-undang tersebut.

Bersifat kapitalistik, di sekolah pun sudah mulai berkembang paham Kapitalisme dengan munculnya bisnis buku pelajaran dan seragam sekolah. Ivan illich dan paulo freire sebagai tokokh pendidikan sangat mengkritisi adanya paham kapitalisme dalam dunia pendidikan. Buku pelajaran di perjual belikan di sekolah padahal sudah jelas bahwa Dana Bos sudah di berikan kepada sekolah, akan tetapi lagi-lagi sekolah memungut biaya sekian rupiah untuk kepada siswa untuk membeli buku pelajaran dan ketika buku tersebut tidak di beli maka siswa akan mengalami keterlambatan pembelajaran akibat dari tidak memiliki media belajar (buku LKS).

Begitupun dengan seragam sekolah SD,SMP, dan SMA semuanya memiliki seragamnya masing-masing hanya sebagai simbol bahwa mereka adalah anak sekolahan. Seragam bukanlah substansi dalam dunia pendidikan, seragam hanyalah bersifat acsidentil dalam dunia pendidikan dalam hal ini proses pembelajaran akan tetap bisa terjadi walaupun siswa tak memiliki seragam sekolah, lagi lagi sekolah tak akan mengijinkan siswanya untuk masuk sekolah ketika ia tak memiliki seragam karena bebenturan dengan peraturan di sekolah. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa ‘’Masih untung saya di penjara bukan di sekolah , disini seragamnya gratis tanpa di pungut biaya, beda dengan sekolah.‘’ dan masih banyak lagi fenomena fenomena di dunia pendidikan kita. Ini hanya beberapa dari ribuan persoalan pendidikan di indonsia.

‘’Jangan membatasi defenisi Guru hanya dengan gelar, karena semua orang bisa menjadi guru selama ia memiliki NILAI’’

*Penulis: Asy’ari (Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 5). Sumber:  otodidak.hol.es – 15 Januari 2016.

*Rehal buku: Sekolah Itu Candu •Penulis: Roem Topatimasang •Penerbit: INSISTPress •Edisi: Mei 2013 (cetakan ke-12).